Home / Uncategorized / Perkenalkan Big Boy, Si Laba-laba Paling Beracun di Dunia

Perkenalkan Big Boy, Si Laba-laba Paling Beracun di Dunia

BERITA HEWAN – Selama bertahun-tahun, laba-laba paling terkenal di Australia, laba-laba corong Sydney, ditakuti sekaligus dipuja sebagai suatu ancaman tersendiri.
Laba-laba ini secara resmi menjadi laba-laba paling berbisa di dunia, yang sejauh ini telah menyebabkan 13 kematian. Namun kini, sekelompok ilmuwan internasional telah mengungkap hal yang baru yaitu laba-laba corong Sydney bukan hanya terdiri dari satu spesies, melainkan tiga.

Di antara semuanya, ada satu laba-laba yang menonjol, bukan hanya karena ukurannya yang besar, tetapi juga karena racunnya yang tak tertandingi. Laba-laba tersebut adalah Atrax christenseni, yang dijuluki “Big Boy.”

Awal Mula Penemuan
Penemuan ini bermula dari rasa ingin tahu selama bertahun-tahun tentang spesimen laba-laba corong berukuran luar biasa besar yang ditemukan di dekat Newcastle, sebuah kota 150 kilometer di utara Sydney, Australia. Laba-laba ini dibawa ke Taman Reptil Australia untuk diperah racunnya, tempat para peneliti berkesempatan untuk mengamatinya lebih dekat.

“Ketika tim peneliti internasional kami membuka kembali ‘kasus’ pada jaring corong Sydney, kami mengamati detail morfologi dan urutan gen di seluruh wilayah dan menemukan spesies tersebut terbagi menjadi tiga kelompok berbeda,” kata Dr. Helen Smith, seorang ahli biologi laba-laba di Museum Australia, dikutip dari ZME Science.

Tim tersebut menggabungkan analisis anatomi dan DNA, membandingkan laba-laba yang baru dikumpulkan dengan spesimen yang berasal dari awal tahun 1900-an. Hasilnya menarik, laba-laba jaring corong Sydney yang ikonik, yang selama ini dianggap sebagai spesies tunggal (Atrax robustus), sebenarnya terdiri dari tiga spesies yakni:

Jaring corong Sydney “klasik” (Atrax robustus): Ditemukan di Cekungan Sydney dan Central Coast, tetapi dengan distribusi yang jauh lebih terbatas di sekitar Sydney daripada yang telah diyakini sebelumnya.
Jaring corong Sydney Selatan (Atrax montanus): Diungkap dari ketidakjelasan, spesies ini mendiami Blue Mountains di selatan dan barat Sydney.
Jaring corong Newcastle (Atrax christenseni): Dijuluki “Big Boy” karena ukurannya, laba-laba ini tidak hanya yang terbesar tetapi juga yang paling berbisa dari ketiganya.
“Penelitian kami mengungkap keanekaragaman tersembunyi di antara laba-laba jaring corong,” kata rekan penulis studi Dr Stephanie Loria dari Institut Leibniz untuk Analisis Perubahan Keanekaragaman Hayati (LIB).

“Tak satu pun dari wawasan ini akan mungkin terwujud tanpa penggunaan koleksi sejarah dan kolaborasi internasional,” imbuhnya.

Laba-laba Besar dengan Bisa Kuat
Atrax christenseni mendapatkan namanya dari Kane Christensen, seorang penggemar laba-laba Central Coast yang pertama kali memperkenalkan spesimen Newcastle kepada para peneliti.

“Ukuran laba-laba jantan yang sangat besar, dibandingkan dengan laba-laba jantan dari spesies Atrax lainnya, sungguh mencengangkan,” kata Christensen.

“Saya sangat tersanjung dan menerimanya dengan senang hati,” ujarnya lagi.

Spesies ini, yang berasal dari daerah Newcastle, dapat tumbuh hingga sekitar 2 sentimeter (untuk jantan). Meskipun ukurannya sedikit lebih besar dari laba-laba corong lainnya, ukurannya masih kecil jika dibandingkan dengan laba-laba terbesar di dunia, laba-laba pemakan burung goliath (Theraphosa blonde) yang berukuran 28 sentimeter. Bisa laba-laba Atrax, yang lebih kuat daripada laba-laba sepupunya di Sydney dan Southern, menjadikan laba-laba ini sebagai laba-laba paling berbisa di dunia

Dapat Sebabkan Kejang Otot hingga Kematian
Penelitian menunjukkan garis keturunan Atrax mulai terdiversifikasi sekitar 30 juta tahun yang lalu, selama periode Oligosen. Waktu ini bertepatan dengan perubahan iklim dan geografi Australia, yang kemungkinan membentuk habitat tempat laba-laba ini berkembang biak.

Bisa laba-laba corong mengandung neurotoksin yang kuat, khususnya delta-atrakotoksin, yang mengganggu saluran ion natrium pada primata. Racun ini sering dibandingkan dengan bisa makhluk mematikan lainnya seperti ubur-ubur kotak dan taipan pedalaman, meskipun mekanisme kerja dan gejalanya berbeda.

Bisa laba-laba corong Sydney dapat menyebabkan gejala yang parah, termasuk kejang otot, kesulitan bernapas, dan dalam kasus yang ekstrem adalah kematian. Untungnya, sejak antibisa laba-laba corong pertama kali diperkenalkan pada 1981, tidak ada kematian.

Sejak saat itu, program pemerahan bisa dari Taman Reptil Australia telah membantu menghasilkan dosis serum penyelamat nyawa.

Program ini menampung lebih dari 2.000 laba-laba yang diperah susunya secara teratur. Namun, untuk mempertahankan jumlah tersebut, mereka mengandalkan sumbangan dari masyarakat.

Menangkap kantung telur laba-laba corong, khususnya, sangat penting bagi gagasan ini. Untuk memproduksi sebotol antibisa dibutuhkan hampir 150 laba-laba. Setiap kantung telur dapat menampung 50 hingga 150 anak laba-laba.

Berdasarkan temuan baru ini, antibisa laba-laba corong dapat disempurnakan lebih lanjut, sehingga tetap efektif untuk ketiga spesies. Para peneliti berhipotesis perbedaan dalam keberadaan, kuantitas, atau struktur delta-atracotoxin kemungkinan ada di antara spesies tersebut. Namun, bisa A. montanus dan A. christenseni belum diteliti secara menyeluruh, sehingga pertanyaan tentang perbedaan spesifik masih terbuka untuk penelitian di masa mendatang.

Penemuan ini sendiri telah dimuat dalam jurnal BMC Ecology and Evolution Article number:7 (2025)dengan judul “The world’s most venomous spider is a species complex: systematics of the Sydney funnel-web spider (Atracidae: Atrax robustus)” oleh Stephanie F Loria dkk pada 13 Januari 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *