Berita hewan Jakarta – Belalang Monte Gordo (Eyprepocprifas insularis) disebut sebagai salah satu spesies langka dan sulit ditemukan. Penampakan terakhir dan satu-satunya spesimen yang pernah ditemukan terjadi pada 1980.
Karena hal itu, peneliti Dr Michael Lecoq menyatakan belalang tersebut punah pada 1996. Namun, dua peneliti tidak sengaja menemukannya ketika berlibur bersama di Tanjung Verde, Afrika pada 2023.
Setelah 40 tahun tidak ada catatan, akhirnya belalang Afrika tersebut kembali jadi topik pembicaraan di sebuah penelitian. Hasil studi peneliti Rob Felix dan Annelies Jacobs itu terbit di Journal of Orthoptera pada akhir April 2025.
Tidak Sengaja Ditemukan
Awalnya, dua ahli biologi tersebut ingin mencari burung-burung unik di Monte Gordo. Namun, informasi tentang belalang aneh yang diperkirakan telah punah sejak lama di sana mengusik mereka.
Tanjung Verde merupakan satu-satunya lokasi yang diketahui sebagai rumah belalang Monte Gordo. Oleh karena itu, Felix dan Jacobs mencari informasi dan berharap bisa menemukannya.
Malam pertama di Sao Nicolau, keduanya berjalan-jalan untuk melihat koloni spesies burung laut unik. Secara tidak sengaja, Felix menemukan seekor belalang di jalan setapak.
“Ketika saya melihat lebih dekat dengan cahaya senter, saya langsung mengenali penampilannya yang unik. Saya berteriak keras, “Eyprepocprofas”,” kata Felix, dikutip dari laman Phys.org.
Ia juga mengaku kaget bisa menyebutkan nama genus tersebut meskipun sulit.
Bertahan Hidup di Lingkungan Keras
Pada hari-hari berikutnya, Felix dan Jacobs menemukan beberapa spesimen lain di Taman Alam Monte Gordo dan sekitarnya. Menurut keduanya, belalang-belalang ini seperti fosil hidup karena tak signifikan berevolusi selama jutaan tahun.
Akibatnya, belalang langka ini diperkirakan hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak ada kerabat yang masih hidup. Di sisi lain, mereka juga diperkirakan sudah beradaptasi untuk dapat bertahan hidup di kawasan keras tersebut.
Diketahui, Tanjung Verde memiliki ekologi yang keras karena iklimnya yang kering dan semi-kering. Curah hujan di sana terbatas, sedangkan angin pasat berembus terus-menerus. Akibatnya, daerah ini kerap mengalami kekeringan, kekurangan air, dan degradasi lahan.
“E insularis pasti sudah ada di sana untuk waktu yang sangat lama dan mampu bertahan terhadap kondisi ekologi yang keras,” tulis keduanya dalam jurnal.
Termasuk dalam jenis belalang pegunungan, E insularis telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Ia mampu bertahan hidup di lingkungan yang menantang di kepulauan Tanjung Verde.
Hewan itu juga mampu bertahan dalam periode kekeringan parah dan angin kencang yang sempat menerpa benua Afrika. Kini, dunia kembali bisa mengenal spesies ‘baru’ dari benua Afrika ini.
“Penemuan kembali satu-satunya belalang brachypterous (bersayap pendek) endemik, Eyprepocprifas insularis, di Sao Nicolau, sebuah pulau dengan asal-usul vulkanik yang berasal dari sekitar lima juta tahun yang lalu,” jelas peneliti.
“(Penemuan ini) memberikan wawasan penting tentang sejarah ekologi dan evolusi pulau tersebut,” tambah mereka.
Langkah Awal Penting untuk Konservasi
Penemuan kembali belalang Monte Gordo ini menurut peneliti merupakan langkah awal yang penting untuk proses konservasi serangga tersebut. Ia ditetapkan sebagai spesies yang terancam punah dan terbatas di wilayah kecil.
Secara tidak sengaja, E insularis mungkin sebenarnya hidup lebih dekat dengan kepunahan dari yang kita duga. Setelah penemuannya, manusia memiliki kesempatan untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi spesies unik ini dan habitatnya.